Anak Kedua Selalu Salah Dimata Keluarga

Anak Kedua Selalu Salah Dimata Keluarga

Bangun komunikasi yang baik

Anak bisa saja mengalami atau merasakan sesuatu, tapi hanya diam saja. Begitu juga dengan anak kedua. Ia bisa saja merasa diabaikan, tapi tidak mengatakan apa pun. Untuk mengatasinya, cobalah untuk membangun keterbukaan lewat komunikasi yang baik, Ma.

Mama bisa jujur padanya, “Sulit untuk memperhatikan kalian semua sekaligus. Mama harus menjaga adikmu yang masih kecil dan di saat bersamaan, kakakmu sedang persiapan masuk ke SMP. Kalau kamu merasa diabaikan, bilang ya sama Mama. Bilang kalau kamu ingin Mama perhatikan. Kalau kamu nggak bilang, Mama akan berpikir kalau perhatian yang Mama berikan untukmu sudah cukup.”

Anak tengah biasanya banyak memakai barang-barang bekas kakaknya. Cobalah untuk mengurangi hal itu, Ma.

Ia mungkin akan mengerti mengapa ia diberikan barang bekas kakaknya. Namun, ia akan sangat menghargai jika diberikan yang baru, terutama barang penting seperti jaket.

Bisa juga Mama memberinya hak penuh untuk memutuskan film apa yang akan kalian tonton tanpa gangguan dari kakak dan adiknya. Itu akan membuatnya merasa istimewa.

Selalu Salah di Mata Keluarga Suami

Saya ibu dari 3 anak. Saya selalu bikin masalah menurut keluarga dari suami dari mertua sampai uwa, bibi, kakak ipar, adik ipar, sampai anak-anak mereka dan ponakan selalu anggap saya salah. Berani membentak dan menyalahkan. Mereka selalu menghakimiku tanpa ada kesempatan saya memberikan penjelasanya. Saya tidak tahu, bagaimana semua yang saya lakukan selalu salah. Kadang tidak ngerti semua orang dan keluarga dari suami menjauhi saya. Saya tidak pernah mengusik hubungan orang lain tetapi mereka berani menganggu rumah tangga saya. Aku dah sering mau pisah sama suami akibat pertengkaran kecil dari keluarganya. Saya bisa saja pisah sama suami tetapi saya menghawatirkan anak-anak saya yg masih butuh perhatian saya. Terima kasih mohon tanggapan, apa yang seharusnya saya lakukan. LM – Perempuan

Memang menjalin hubungan dengan mertua atau ipar dan keluarga besarnya bukan sesuatu yang mudah, karena kadang-kadang bertentangan dengan apa yang kita inginkan atau harapkan. Sering merasa disalahkan terus menerus, pasti membuat kita merasa sedih dan dapat berkembang menjadi rasa kecewa, merasa tidak dimengerti yang akhirnya bisa berpengaruh terhadap hubungan kita dengan pasangan di dalam perkawinan.

Setiap perkataan atau perbuatan mertua yang disampaikan seperti menyalahkan diri kita, coba tanyakan kepada diri kita sendiri sebagai bahan evaluasi diri terkait dari benar atau tidaknya perkataan dari mertua atau ipar atau keluarga besarnya. Bila terbiasa melakukan evaluasi dan introspeksi terhadap perkataan orang terhadap kita, kita akan terbiasa untuk memilah milah mana perkataan yang bisa diabaikan, mana yang dijadikan introspeksi, dan mana yang perlu disampaikan kepada orang yang bersangkutan. Dalam hal ini mungkin juga bisa dengan menetapkan batasan yang jelas, tegas dan konsisten. Apalagi dengan banyaknya anggota keluarga dari suami yang sering melakukan hal yang tidak mengenakkan, akan lebih baik untuk membatasi diri. Dan coba perbaiki hubungan anda dengan suami anda. Ajaklah diskusi suami, buat suami berada dipihak istri. Karena yang bisa mengendalikan sikap keluarganya adalah suami anda dimana ia lah yang paham bagaimana karakteristik dari setiap anggota keluarganya.

Apabila suami selalu mudah distir oleh orang tua atau keluarga besarnya, hal itu bisa jadi bumerang dalam rumah tangga anda dan suami. Dan salah satu penyebab adanya kata perpisahan adalah ketika orang tua atau keluarga besarnya terlalu ikut campur dalam urusan rumah tangga anaknya. Komunikasikan baik-baik dengan suami, buatlah kesepakatan dengan suami agar suamilah yang menjadi jembatan untuk mengkomunikasikan apa yang terjadi dan bagaimana langkah yang seharusnya. Semoga membantu

Konsultasi ini dijawab oleh : Prapti Madyo Ratri, S.Psi, M.Psi, Psikolog

Untuk keperluan konsultasi offline untuk secara personal berkonsultasi intensif dengan para psikolog profesional kami. Bisa menghubungi KPT insight di nomor +62 851-5800-6558. Salam hangat dari tim konsultasi online Fakultas Psikologi UMK.

Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Apakah Mama memiliki 3 anak? Apakah sikap anak kedua mama terasa dingin dengan keluarga, padahal hangat ketika bersama teman-temannya? Jika iya, bisa jadi anak mama mengalami middle child syndrome.

Memang tak sedikit anak tengah yang mengaku tak dekat dengan orangtuanya maupun saudara-saudaranya, Ma. Hal itu karena banyak dari mereka yang merasa terabaikan di dalam keluarga.

Mereka tak pernah mengalami menjadi yang pertama dalam berbagai hal seperti anak sulung. Juga tidak menjadi pusat perhatian seperti anak bungsu.

Akibatnya, mereka kerap merasa sendirian di rumah. Tak heran jika kebanyakan anak tengah lebih suka menyendiri di kamarnya daripada berkumpul dengan saudara-saudaranya atau dengan Mama dan Papa.

Mereka kerap merasa dikucilkan, disalahpahami, dan selalu disalahkan karena mereka anak tengah. Fenomena inilah yang disebut sebagai “middle child syndrome” atau sindrom anak tengah.

Laman faze.ca sempat menerbitkan sebuah artikel tentang 5 hal yang hanya dimengerti oleh anak tengah. Di dalamnya, dibahas mengenai hal-hal yang dialami anak tengah di dalam keluarga.

Apa saja ya yang dialami anak kedua sebagai anak tengah sehingga bersikap dingin? Apa yang bisa orangtua lakukan untuk mengatasinya?

Mengapa anak kedua selalu disalahkan?

Yuk, simak alasan anak kedua bersikap dingin dan tips mengatasinya yang telah Popmama.com rangkum di bawah ini, Ma.

Memiliki gangguan kepribadian narsistik yang membuat orangtua merasa lebih unggul

Orangtua yang memiliki gangguan kepribadian narsistik atau Narcissistic personality disorder (NPD) memiliki rasa diri yang tinggi. Hal ini membuat beberapa orangtua menganggap dirinya lebih unggul dari orang lain.

Orangtua dengan gangguan ini merasa selalu benar. Tidak ada ruang untuk debat atau diskusi yang sehat dengan anak-anak. Bahkan anak mungkin tidak diperbolehkan mengutarakan pendapatnya kecuali jika pendapat tersebut mirip dengan orangtuanya tersebut.

Setiap perbedaan pendapat dihilangkan paling awal dengan cara memberi hukuman atau omelan. Pada akhirnya, orangtua dengan gangguan ini memastikan bahwa pendapat anak bisa diubah agar sesuai dengan pendapatnya sendiri, dan bahkan anak bisa merasa pendapat pribadinya tidak ada nilainya.

Beri perhatian yang cukup

Pujilah apa pun yang ia buat selama itu positif, Ma. Sama seperti bagaimana Mama memuji kakak dan adiknya. Selain itu, jangan lupa tanyakan bagaimana harinya saat sedang bersama, ya.

Penting juga untuk menghabiskan waktu berdua dengannya. Tetapkanlah waktunya dan tandai di kalender sehingga ia tahu bahwa momen itu juga dinantikan oleh Mama. Dengan fokus padanya, Mama dapat meyakinkannya bahwa ia sama pentingnya dengan kakak dan adiknya.

Jelaskan alasan di balik hukuman

Jika ia berbuat salah, tekankanlah bahwa hukuman yang akan Mama berikan padanya tidak ada kaitannya dengan kakak atau adiknya. Jelaskanlah juga bahwa dengan Mama menghukumnya, tidak akan mengubah fakta kalau Mama memedulikannya.

Menggunakan intonasi yang tepat

Anak yang pernah mengalami trauma akibat disalahkan terus menerus, mungkin memiliki hati yang lebih sensitif dalam menangkap intonasi setiap kalimat yang diucapkan.

Hindari membentak atau menggunakan nada tinggi. Dalam hal ini anak dan orangtua harus bisa menahan emosi dengan baik.

Abadikan banyak kenangan bersamanya

Jangan sampai anak kedua mama mendapati bahwa perbandingan jumlah foto antara dirinya dan saudara-saudaranya di album kenangan berbeda jauh ya, Ma. Pastikan foto dengan ia di dalamnya banyak.

Pastikan juga ia memiliki bagiannya sendiri di album kenangan itu, Ma.

Itulah alasan anak kedua bersikap dingin dan tips mengatasinya, Ma. Tak dapat dipungkiri, sulit untuk membagi perhatian ke semua anak secara rata. Ada kalanya Mama merasa sudah bersikap adil dan memberi yang terbaik, tapi ternyata anak tidak merasa demikian.

Jika komunikasi di antara Mama dengannya berjalan dengan baik, hal itu akan cepat terselesaikan. Semangat, Ma!

Wir verwenden Cookies und Daten, um

Wenn Sie „Alle akzeptieren“ auswählen, verwenden wir Cookies und Daten auch, um

Wenn Sie „Alle ablehnen“ auswählen, verwenden wir Cookies nicht für diese zusätzlichen Zwecke.

Nicht personalisierte Inhalte und Werbung werden u. a. von Inhalten, die Sie sich gerade ansehen, und Ihrem Standort beeinflusst (welche Werbung Sie sehen, basiert auf Ihrem ungefähren Standort). Personalisierte Inhalte und Werbung können auch Videoempfehlungen, eine individuelle YouTube-Startseite und individuelle Werbung enthalten, die auf früheren Aktivitäten wie auf YouTube angesehenen Videos und Suchanfragen auf YouTube beruhen. Sofern relevant, verwenden wir Cookies und Daten außerdem, um Inhalte und Werbung altersgerecht zu gestalten.

Wählen Sie „Weitere Optionen“ aus, um sich zusätzliche Informationen anzusehen, einschließlich Details zum Verwalten Ihrer Datenschutzeinstellungen. Sie können auch jederzeit g.co/privacytools besuchen.

Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Hampir setiap anak diajarkan harus menghormati orangtua, beberapa orangtua pun seringkali memberikan nasihat-nasihat pada anak agar menjadi anak yang pandai, rajin, berbakti pada orangtua dan lain-lain.

Orangtua bahkan cukup sering memberikan anak instruksi atau nasihat, yang membuat anak harus meyakini bahwa nasihat yang diberikan adalah benar dan harus diikuti. Bahkan jika dilanggar, tak jarang ada omelan atau hukuman yang menanti anak.

Hal ini yang membuat anak selalu merasa salah dimata orangtua, padahal di sisi lain anak mungkin belum memahami apakah nasihat orangtua selalu benar. Sayangnya, cara ini bisa menyebabkan dampak serius pada psikologis anak.

Kali ini Popmama.com akan membahas seputar mengapa anak selalu salah di mata orangtua, dan apakah orangtua selalu benar? Simak informasi berikut ini untuk mendapatkan jawabannya.

Memiliki gagasan yang dianggap "sempurna" untuk anak

Tidak dapat dipungkiri bahwa, tidak ada orangtua yang bisa benar sepanjang waktu. Walaupun mungkin merasa menanamkan gagasan yang “sempurna”, ketahui bahwa tidak ada satu orang pun di dunia ini yang benar-benar dapat mengklaim dirinya sangat sempurna.

Karena setiap orang bisa membuat kesalahan, baik anak maupun orangtua juga bisa membuat kesalahan.

Namun anak juga harus tahu, bahwa orangtua umumnya belum memahami betapa berbedanya dunia pada zaman dulu, sekarang, dan pada saat anak besar nanti. Sehingga, tak ada salahnya bagi anak untuk mendengar nasihat orangtua yang juga memiliki lebih banyak pengalaman daripada anak.

Anak tengah harus berusaha keras untuk mendapat perhatian orangtua

Segala pengalaman dalam membesarkan anak pertama adalah hal yang baru bagi orangtua sehingga mereka akan memberikan perhatian yang lebih pada anak pertama. Anak bungsu merupakan “bayi” dalam keluarga sehingga selalu mendapat perhatian khusus.

Sementara itu, di sinilah anak tengah, berdiri dalam bayangan kakak dan adiknya. Orangtuanya sudah sibuk memperhatikan si anak sulung dan anak bungsu. Pencapaian sekecil apa pun yang mereka peroleh akan mendapat pujian dari orangtua.

Sedangkan anak tengah, apa pun yang ia lakukan untuk mendapatkan perhatian rasanya akan tersapu oleh keberadaan kakak dan adiknya. Bagi anak tengah, untuk mendapatkan perhatian orangtua, ia merasa harus membayar harga yang mahal.

Tips Agar Tidak Selalu Menganggap Anak Salah dalam Berbagai Situasi

Ada kalanya Mama dan Papa juga harus mengetahui apa yang dipikirkan anak sehingga ia bertindak hal yang mungkin salah di mata Mama dan Papa. Jika anak melakukan kesalaham, bukan berarti anak selalu salah. Berikut beberapa tips agar tidak menyalahkan anak pada situasi apapun:

Anda mungkin ingin melihat